Kritik Normatif ( Metode Terukur )
Kritik terukur menyatakan satu penggunaan bilangan atau
angka hasil berbagai macam observasi sebagai cara menganalisa bangunan melalui
hukum-hukum matematika tertentu. Norma yang terukur digunakan untuk memberi
arah yang lebih kuantitatif. Hal ini merupakan satu bentuk analogi dari ilmu
pengetahuan alam yang diformulasikan untuk tujuan kendali rancangan
arsitektural.
- Pengolahan melalui statistik atau teknik lain secara matematis dapat mengungkapkan informasi baru tentang objek yang terukur dan wawasan tertentu dalam studi arsitektur.
- Perbedaan dari kritik normatif yang lain adalah terletak pada metode yang digunakan yang berupa standardisasi desain yang sangat kuantitatif dan terukur secara amtematis.
- Bilangan atau standard pengukuran secara khusus memberi norma bagaimana bangunan diperkirakan pelaksanaannya.
- Standardisasi pengukuran dalam desain bangunan dapat berupa :
- Ukuran batas minimum atau maksimum
- Ukuran batas rata-rata (avarage)
- Kondisi-kondisi yang dikehendaki
Contoh
:
Bagaimana
Pemerintah daerah melalui Peraturan Tata Bangunan menjelaskan beberapa sandard
normatif :
–
Batas maksimal ketinggian bangunan
–
Batas sempadan bangunan dan luas terbangun
–
Batas ketinggian pagar yang diijinkan
–
Standardisasi : Pencegahan kebakaran, batas maksmal toleransi reflektor curtainwall
logam atau kaca, penangkal petir, penggunaan air bersih dsb.
- Adakalanya standard dalam pengukuran tidak digunakan secara eksplisit sebagai metoda kritik karena masih belum cukup memenuhi syarat kritik sebagai sebuah norma
Contoh
:
Bagaimana
Huxtable menjelaskan tentang kesuksesan perkawinan antara seni di dalam
arsitektur dengan bisnis investasi konstruksi yang diukur melalui standardisasi
harga-harga.
- Norma atau standard yang digunakan dalam kritik terukur bergantung pada ukuran minimum/maksimum, rata-rata atau kondisi yang dikehendaki yang selalu merefleksikan berbagai tujuan dari bangunan itu sendiri.
- Tujuan dari bangunan biasanya diuraikan dalam tiga ragam petunjuk sebagai berikut:
- Tujuan Teknis ( Technical Goals)
- Tujuan Fungsi ( Functional Goals)
- Tujuan Perilaku ( Behavioural Goals)
T
u j u a n T e k n i s
Kesuksesan
bangunan dipandang dari segi standardisasi ukurannya secara teknis
Contoh
:
Sekolah,
dievaluasi dari segi pemilihan dinding interiornya. Pertimbangan yang perlu
dilakukan adalah :
a.
Stabilitas Struktur
–
Daya tahan terhadap beban struktur
–
Daya tahan terhadap benturan
–
Daya dukung terhadap beban yang melekat terhadap bahan
–
Ketepatan instalasi elemen-elemen yang di luar sistem
b.
Ketahanan Permukaan Secara Fisik
–
Ketahanan permukaan
–
Daya tahan terhadap gores dan coretan
–
Daya serap dan penyempurnaan air
c.
Kepuasan Penampilan dan Pemeliharaan
–
Kebersihan dan ketahanan terhadap noda
–
Timbunan debu yang mungkin menempel
–
Kemudahan dalam penggantian terhadap elemen-elemen yang rusak
–
Kemudahan dalam pemeliharaan baik terhadap noda atau kerusakan teknis dan
alami.
T
u j u a n F u n g s i o n a l
Berkait pada penampilan bangunan sebagai lingkungan
aktifitas yang khusus maka ruang harus dipenuhi melalui penyediaan suatu area
yang dapat digunakan untuk aktifitas tersebut
Pertimbangan
yang diperlukan :
–
Keberlangsungan fungsi dengan baik
–
Aktifitaskhusus yang perlu dipenuhi
–
Kondisi-kondisi khusus yang harus diciptakan
–
Kemudahan-kemudahan penggunaan,
–
Pencapaian dan sebagainya.
Tujuan
Perilaku
Bangunan tidak saja bertujuan untuk menghasilkan lingkungan
yang dapat berfungsi dengan baik tetapi juga lebih kepada dampak bangunan terhadap
individu. Kognisi mental yang diterima oleh setiap orang terhadap kualitas
bentuk fisik bangunan. Behaviour Follow Form
Lozar
(1974), Measurement Techniques Towards a Measurement Technology in
Carson, Daniel,(ed) “Man-Environment Interaction-5” Environmental Design
Research Association, menganjurkan sistem klasifikasi ragam elemen perilaku
dalam tiga kategori yang relevan untuk dapat memandang kritik sebagai respon
yang dituju :
1.
Persepsi Visual Lingkungan Fisik
Menunjuk
pada persepsi visual aspek-aspek bentuk bangunan. Bahwa bentuk-bentuk visual
tertentu akan berimplikasi pada kategori-kategori penggunaan tertentu.
2.
Sikap umum terhadap aspek lingkungan fisik
Hal
ini mengarah pada persetujuan atau penolakan rasa seseorang terhadap berbagai
ragam objek atau situasi
Hal
ini dapat dipandang sebagai dasar untuk mengevaluasi variasi penerimaan atau
penolakan lingkungan lain terhadap keberadaan bangunan yang baru.
3.
Perilaku yang secara jelas dapat diobservasi secara langsung dari perilaku
manusia.
Dalam
skala luas definisi ini berdampak pada terbentuknya pola-pola tertentu
(pattern) seperti : Pola pergerakan, jalur-jalur sirkulasi, kelompok-kelompok
sosial dsb.
Dalam
skala kecil menunjuk pada faktor-faktor manusia terhadap keberadaan furniture,
mesin atau penutup permukaan.
Teknik
pengukuran dalam evaluasi perilaku melalui survey instrumen-instrumen tentang
sikap, mekanisme simulasi, teknik interview, observasi instrumen, observasi
langsung, observasi rangsangan sensor.
Hakikat kritik normatif adalah :
§ Adanya keyakinan (conviction) bahwa di lingkungan dunia manapun,
bangunan dan wilayah perkotaan selalu dibangun melalui suatu model, pola,
standard atau sandaran sebagai sebuah prinsip.
§ Dan melalui ini kualitas dan kesuksesan sebuah lingkungan binaan dapat
dinilai.
§ Norma bisa jadi berupa standar yang bersifat fisik, tetapi adakalanya juga
bersifat kualitatif dan tidak dapat dikuantifikasikan.
§ Norma juga berupa sesuatu yang tidak konkrit dan bersifat umum dan hampir
tidak ada kaitannya dengan bangunan sebagai sebuah benda konstruksi
Kritik Normatif terbagi dalam 4 metode yaitu :
1. Kritik Doktrinal (Doctrinal Criticsm) Norma yang bersifat general,
pernyataan yang tak terukur.
2. Kritik Terukur (Measured Criticsm) Sekumpulan dugaan yang mampu
mendefinisikan bangunan dengan baik secara kuantitatif.
3. Kritik Tipical (Typical Criticism) Norma yang didasarkan pada model yang
digeneralisasi untuk satu katagori bangunan yang spesifik.
4. Kritik Sistematik (Systematic Criticism) Norma penyusunan elemen-elemen yang
saling berkaitan untuk satu tujuandalam hal ini akan dibahas mengenai
metode Tipe. Metode Tipe adalah suatu norma yang didasarkan pada model yang digenralisasi
untuk satu kategori bangunan spesifik
Green School
Oject Name :
Green School
Developer :
PT. Bambu Bambu
Location :
Banjar Piakan, Sibang Kaja, Abiansemal, Badung,Bali, Indonesia, 80352.
Architecture Consultant :
PT. Bambu Bambu
Principal Architect :
Aldo Landwehr
Interior Consultant :
PT. Bambu Bambu
Landscape Consultant :
PT. Bambu Bambu
Lighting Consultant :
PT. Bambu Bambu
Structural Consultant :
Civil Engineering Gadjah Mada University
ME Consultant :
PT. Bambu Bambu
Main Contractor :
PT. Bambu Bambu
Building Area :
±4500 m2
Site Area :
±4.55 HA
Design Phase :
June 2007-May 2008
Construction Phase :
July 2007-August 2008
Launching :
September 1st, 2008
Bambu merupakan salah satu
material unik yang banyak dikembangkan di dunia arsitektur. Bambu juga
merupakan tanaman yang mudah tumbuh. Hanya dalam jangka 4-5 tahun ketinggian
bambu bisa mencapai 18 meter, sementara pohon lain membutuhkan waktu 25 tahun.
Dengan demikian, bambu termasuk material yang ramah lingkungan karena mudah dan
cepat diperbaharui.
Bambu juga dikenal murah namun mempunyai banyak keunggulan, termasuk jika digunakan sebagai konstruksi bangunan. Salah satu karya arsitektur yang menggunakan bambu sebagai bahan utama adalah sekolah alam Green School di Badung, Bali.
Green School adalah sekolah berkonsep
pendidikan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Sekolah ini digagas oleh
John Hardy, seorang warga negara Kanada yang telah tinggal di Bali selama lebih
dari 30 tahun. Tidak hanya gedung sekolahnya, lingkungan di sekitar sekolah
juga dirancang sehijau mungkin. Dengan begitu, diharapkan siswa Green School
akan selalu berfikir ‘green’ karena terbiasa dengan lingkungan yang asri.
Awalnya John Hardy adalah seorang ahli
pembuat perhiasan namun beberapa tahun terakhir dia sangat peduli terhadap
persoalan lingkungan hidup yang sudah sangat rusak di bumi ini. John mencoba
memberikan sumbangan dalam memecahkan masalah ini dengan jalan mendirikan Green
School di Bali, yang telah dimulai sejak tahun 2007.
Green School tercatat sebagai bangunan dengan
struktur bambu terbesar di Asia. Hampir semua elemen bangunan Green School
menggunakan material bambu. Mulai dari tiang, rangka atap, tangga, lantai atas,
hingga furnitur dan elemen interior lainnya. Bambu-bambu itu disambung dengan
sistem pin dan baut. Namun tidak hanya konstruksi bangunan saja yang
menggunakan bambu. Railing atau pagar pembatas, hingga furniture seperti kursi
dan meja belajar pun dibuat dari bambu.
Memasuki kompleks sekolahan yang asri, hutan
desa yang yang rimbun dengan pepohonan, menyambut. Namun untuk sampai di
bangunan sekolah, seluruh murid harus melalui Jembatan Minang yang melintasi
sungai Ayung. Dinamakan Jembatan Minang karena atap jembatan ini mengadaptasi
atap rumah adat Minangkabau. Konstruksi jembatan ini seluruhnya terbuat dari
bambu.
Daerah di sisi seberang Jembatan Minang,
merupakan kawasan utama sekolah. Di situ terdapat sawah milik sekolah dimana
siwsa dan guru sering menanam padi bersama. Namun area belajar yang
sesungguhnya baru ditemui setelah perjalanan melewati jalan setapak yang
menanjak yaitu kelas-kelas tanpa dinding atau pun kaca, terlihat. Desain yang
terbuka tersebut membuat para siswa yang sedang belajar merasakan desiran angin
serta mendengar suara-suara alam seperti: kicauan burung, suara pepohonan yang
bergesek, dan aliran air di sungai.
Sementara itu di level tertinggi dari
kawasan, terdapat sebuah lapangan besar, sarana olahraga out door sekolah dan
sebuah gymnasium. Terdapat pula sebuah bangunan dnegan tiga level: Heart of
School (HOS). Ini adalah bangunan utama sekolah yang berfungsi sebagai tempat
administrasi, ruang guru, ruang kepala sekolah, serta ruang-ruang penunjang
lain seperti galeri seni kriya anak, ruang komputer dan lainnya.
Di level bawah, kita bisa melihat pilar-pilar
bambu, menopang lantai-lantai di atasnya dalam susunan yang unik. Bila selama
ini batang-batang bambu lekat dengan bangunan kotak dan sederhana, tidak
demikian dengan bangunan Green School. Hampir semua bangunan yang ada di sini
di desain melengkung. “Karena tidak ada garis lurus di alam,” kata Marny,
seorang arsitek senior PT. Bambu Bambu yang terlibat pada perancangan Green
School ini.
Sementara John hardy percaya bentuk kotak dan
garis yang terlalu tegas akan mengurangi kreativitas yang dibutuhkan anak-anak
selama belajar. Maka hasilnya adalah kelas-kelas berbentuk busur dengan
bambu-bambu yang diikat secara melengkung sebagai penopang utama bangunan.
Batang-batang bambu itu kemudian disambung dengan rangkaian bambu lainnya
membentuk atap dengan ilalang di atasnya.
Kelas-kelas di Heart of School didesain
sebagai bangunan dengan sistem terbuka. Artinya, angin dan cahaya matahari
dapat masuk dengan maksimal ke dalam bangunan. Penghawaan tersebut semakin
lengkap dengan adanya sebuah skylight yang melingkar di puncak atap, berfungsi
sebagai sumber pencahayaan alami bagi ruang-ruang di bawahnya. Fasilitas lain
di sekolah ini adalah Green Waroeng, yaitu kantin yang menjual makanan hasil
olahan kebun di sekitar Green School.
Green School memang sebuah sekolah dengan
konsep kembali ke alam. Namun upaya untuk bersahabat dengan lingkungan tak
hanya diterapkan pada konteks fisika bangunan, pilihan material atau membiarkan
pepohonan di sekitarnya tumbuh. Utilitas bangunan seperti listrik pun,
direncanakan dengan sistem tersendiri, yaitu turbin yang digerakkan oleh air,
yang dinamakan Vortex. Sedangkan penyediaan air bersih berasal dari sungai yang
berada sekitar 40 m di bawah tanah, masih di dalam kawasan.
Sistem pembuangan air dari kamar mandi juga
dibuat berbeda. Setiap toilet, baik untuk laki-laki maupun perempuan, memiliki
dua sistem. Buang air kecil kloset, ditampung dan digunakan untuk menyiram
bambu untuk digunakan sebagai pupuk tanaman nantinya.
Pada tahun 2010, proyek Green School sempat
masuk nominasi Aga Khan Architecture Award (AKAA) bersama dengan proyek
Rekonstruksi Desa Ngibikan, Yogyakarta. Sayangnya kedua proyek tersebut tidak
keluar sebagai pemenang.
Berikut adalah video green school yang mengungkap idealisme John Hardy di balik proyek ini :